Ini saatnya buat naskah buku yang punya kualitas plus. Tidak sekedarnya saja. Ya setidaknya kita mau ‘naik kelas’. Nah, fokus kita bukan pada larisnya penjualan. Kita tidak perlu berpikir sampai best seller dulu. Soalnya naskah kan belum dibuat, he.
Obrolan ini pada jaminan mutu: kualitas naskah. Bagusnya naskah tidak hanya menurut kita, juga tidak karena pendapat orang lain. Tapi, kualitas naskah bisa kita lihat dengan cara membandingkannya dengan buku yang sudah terbit. Untuk itu, paling tidak ada dua keunggulan yang harus dimiliki sebuah naskah, yaitu : 
Pertama, unggul karena diferensiasi. Ya, unggul karena keunikan: tampil beda. Tentu berbeda dengan buku-buku yang sudah ada di toko buku. Naskah buku seperti ini bukanlah naskah pengekor. Juga bukan dilahirkan dari penulis yang sukanya me too. Naskah unik ini berani tampil beda. Karenanya, kita perlu perbanyak studi pustaka untuk membuatnya. Sehingga tahu posisi naskah yang akan kita buat dari buku lainnya.
Mungkin materinya bisa saja tidak baru, tapi ditulis dari sudut pandang yang berbeda. Maka, jadi naskah yang berbeda. Misalnya, dulu banyak buku marketing yang dibuat berdasarkan konsep perang. Mulai dari strategi perang Cina hingga Barat diaplikasikan pada strategi marketing. Pesaing dianggap musuh, sehingga layak untuk ‘diserang’. Karena itulah, terjadilah ‘perang harga’ sebagai salah satu bentuk peperangan dalam bisnis.
Lalu, tampillah buku baru dengan konsep yang beda: berbisnis dengan hati. Kompetitor tidak dipandang sebagai musuh, tapi dijadikan sumber inspirasi untuk menciptakan kreativitas unik. Hasilnya luar biasa. Para pengusaha lebih fokus pada kepuasan konsumen, ketimbang memikirkan bagaimana cara membunuh pesaing! Mulailah kesadaran baru tentang pentingnya aplikasi etika dalam bisnis. Begitulah, hanya dengan memandang ide dengan cara yang berbeda, bisa menghasilkan naskah yang unik. 
Kedua, fokus. Satu naskah buku memusatkan pembahasan secara mendalam. Bahkan dikhususkan untuk segmen pembaca tertentu saja. Iya, coba pilihlah sebuah ide, lalu pandang dari sudut yang berbeda. Setelah itu, kaji secara mendalam, bukan melebar. Sajikan secara mendetail. Ungkap semua hal yang terkait dengan pokok bahasan utama. Maka, keunggulan naskah itu muncul karena detailnya penjelasan yang disajikan. Sehingga, penulis berikutnya akan merasa ‘minder’ untuk mengkaji ide buku yang sama.
Bahkan, buku yang fokus dan mendalam itu akhirnya menjadi rujukan bagi buku selanjutnya. Misalnya, buku mendalam tentang Zakat karya Yusuf Qardhawi. Bukunya sangat tebal karena lengkap dan detail. Karya setelahnya, setahu saya belum ada buku yang membahas zakat yang lebih fokus dari buku beliau itu. Buku itu laris, tidak hanya di negara beliau saja, tapi sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. 
Dengan metode fokus itu, saya juga mencobanya. Jadilah buku Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, diterbitkan oleh Pustaka Pelajar pada tahun 2010. Ini agak berat memang. Tapi, itulah jalan menuju puncak keunggulan sebuah naskah. Ya, biar naik kelas. Memang bukan sembarang terbit. Naskah bermutu jelas akan diburu! Selamat berkarya, ya!


 
Cara yg kedua itu biasanya saya pakai ketika sedang kebingungan untuk melanjutkan tulisan. Ya, ketika ide nggak datang-datang, cara paling mudah yg bisa saya lakukan adalah dengan membaca kembali paragraf sebelumnya, lalu mencari hal apa yg kira-kira bisa didetailkan. Cara ini sebenarnya sering disharingkan di berbagai blognya Mas Dwi, hehe....
BalasHapusSalam :-)